Disiplin
merupakan sikap kejiwaan seseorang atau sekelompok orang yang senantiasa
berkehendak mengikuti atau mematuhi keputusan yang telah ditetapkan (Refianta
1985), sedangkan bernhardt (1969) menyatakan bahwa disiplin adalah kepatuhan
yang terjadi karena adanya pengaruh faktor eksternal yang berupa tekanan dari
lingkungan 1 kelompok.
Menurut
sembiring (1991) menyatakan bahwa displin adalah sikap mental manusia yang
mengandung kerelaan memenuhi semua bantuan, peraturan dan norma yang berlaku
dalam menaikkan tugas dan tanggung jawab sejalan dengan pernyataan tersebut
Hermawan (1989) menyatakan bahwa disiplin adalah kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang mewujudkan nilai-nilai
ketaatan, kepatuhan, kesetiaan keteraturan dan ketertiban.
Pelanggaran
terhadap kedisiplinan dapat dikategorikan dalam perilaku menyimpang. Gordon
(1976) menjelaskan bahwa perilaku bermasalah menyangkut pelanggaran diplin
sekolah, seperti : (a) pelanggaran disiplin kelas, (b) pelanggaran disiplin di
luar kelas, (c) membolos dan terlambat masuk kelas.
Pelanggaran-pelanggaran
terhadap tata tertib di sekolah sering terjadi karena kurangnya kesadaran siswa
untuk berperilaku disiplin. Hal ini diperkuat oleh kurangnya pemberian
penjelasan dan penanaman sikap disiplin siswa secara kontinue dan
berkesinambungan. Kenyaatn di sekolah menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap
disiplin hanya mendapat respon melalui punishment (hukuman) balikan dari
penjelasan pada siswa untuk menumbuhkan kesadaran masih jarang dilakukan di
sekolah. Di samping itu petugas khusus kedisiplinan di sekolah belum ada.
Konselor yang seharusnya bertugas sebagai pembimbing dan membantu siswa
merangkap sebagai petugas tata tertib. Hal inilah yang kemudian menimbulkan
persepsi siswa terhadap konselor sekolah sebagai “Polisi Sekolah” padahal tugas
dan peran konselor sebagai pembimbing dan membantu.
Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa program BK banyak difokuskan pada layanan bimbingan
lainnya, seperti bimbingan pribadi dan sosial belum mebdapat prioritas dan
penanganan yang istensif layanan yang diberikan konselor kepada individu akan
lebih tepat berdasarkan pemahaman yang tepat terhadap individu (Munandir 1996).