Dampak Konversi
lahan Sawah
Sihaloho,
(2004) dalam kolokiumkpmipb.wordpress.com,
menjelaskan bahwa
konversi lahan berimplikasi pada perubahan struktur agraria. Adapun
perubahan yang terjadi, yaitu:
1) Perubahan pola
penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari pemilikan tanah
dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi
akibat adanya konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap
dan petani penggarap berubah menjadi buruh tani. Implikasi dari perubaha ini
yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan dan terjadinya prose marginalisasi.
2) Perubahan pola
penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana masyarakat dan
pihak-pihak lain memanfaatkan sumber daya agraria tersebut. Konversi lahan menyebabkan
pergeseran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga
kerja wanita. Konversi lahan mempengaruhi berkurangnya kesempatan kerja di
sektor pertanian. Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pada
pemanfaatan tanah dengan intensitas pertanian yang makin tinggi.
3) Perubahan pola
hubungan agraria. Tanah yang makin terbatas menyebabkan memudarnya sistem bagi
hasil tanah “maro” menjadi “mertelu”. Demikian juga dengan munculnya sistem
tanah baru yaitu sistem sewa dan sistem jual gadai. Perubahan terjadi karena
meningkatnya nilai tanah dan makin terbatasnya tanah.
4) Perubahan pola
nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian
masyarakat dari hasil-hasil produksi pertanian dibandingkan dengan hasil non
pertanian. Keterbatasan lahan dan keterdesakan ekonomi rumah tangga menyebabkan
pergeseran sumber mata pencaharian dari sektor pertanian ke sektor non
pertanian.
5) Perubahan
sosial dan komunitas. Konversi lahan menyebabkan kemunduran kemampuan ekonomi (pendapatan
yang makin menurun). Dalam tulisan ini juga dijelaskan
terjadinya polarisasi.
Sumaryanto et al (1995) menjelaskan dampak negatif akibat konversi lahan sawah merupakan akibat
lanjutan dari rusaknya ekosistem sawah. Sampai saat ini memang belum ada suatu
penelitian yang secara komprehensif mengkaji persoalan ini. Tak dapat diingkari
bahwa untuk wilayah tropis maka fungsi sawah pada musim penghujan bukan sekedar
lahan yang dipergunakan untuk budi daya padi, tetapi juga merupakan hamparan
yang efektif untuk menampung kelebihan air limpasan. Secara teknis, areal
pesawahan telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga sebagian dari air
limpasan tertampung di areal pesawahan dengan tinggi genangan yang tidak
berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman padi.
Dari sudut pandang sosial ekonomi,
konversi lahan sawah yang terjadi pada suatu hamparan yang cukup luas dan masif
dengan sendirinya mengubah struktur kesempatan kerja dan pendapatan komunitas
setempat. Sudah barang tentu sebagian dari mereka justru mengalami perbaikan
kesejahteraan, terutama bagi pemilik lahan yang sejak semula merupakan bagian
dari lapisan atas penduduk setempat. Untuk golongan bawah (terutama buruh tani
dan petani gurem) yang terjadi adalah sebaliknya. Sebagian besar dari mereka tidak
dapat secara otomatis beralih pekerjaan/usaha ke sektor nonpertanian sehingga
yang terjadi kemudian adalah kondisi semakin sempitnya peluang usaha yang
mereka hadapi. Pada saat yang sama, terjadi pula perubahan budaya dari
masyarakat agraris ke budaya urban. Yang terjadi kemudian adalah meningkatnya
kriminalitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar