Sistem Irigasi Subak di
Desa Jagaraga
Subak
di desa jagaraga yang kondisi elemen-elemennya sangat kurang baik untuk ditransformasi,
mungkin karena harapan ideal dari petani di subak tersebut jauh dari kenyataan yang kini dihadapi, dan
elemen-elemennya yang mungkin tidak utuh lagi. Namun, hasil analisis kiranya
dapat dikatakan sebagai suatu pembuktikan bahwa
secara umum sistem subak di Bali
meskipun dengan kondisi yang berbeda, ternyata memiliki kemampuan yang cukup baik
untuk ditransformasi. Nilai transformasi pada dasarnya menunjukkan prosentase
kemampuan elemen-elemen subak yang bersangkutan untuk ditransformasi. Makin
besar nilai transformasinya, maka ada kecendrungan semakin besar kemampuan
elemen-elemen subak tersebut untuk ditransformasi. Demikian pula sebaliknya. Melihat
nilai transformasi di atas, anggota subak tampaknya cendrung telah merasakan
bahwa harapan ideal dari sistem subak sudah mirip dari kenyataan yang kini
dirasakan, dan elemen-elemennya masih cukup baik. Hal ini berarti bahwa sistem subak
yang bersangkutan sudah dapat memberikan pelayanan secara adil, dan mereka merasakan
adanya rasa bahagia dan sejahtera sesuai dengan prinsip THK.
Adil adalah suatu keadaan, pada saat mana
seseorang telah menerima, apa-apa yang seharusnya mereka terima. Dalam teori
Jasso (Borgotta dan Borgotta, l992) disebutkan bahwa adil adalah selisih antara
apa yang harus diterima oleh seseorang dengan apa yang telah diterima oleh
seseorang, adalah sama dengan nol. Ditambahkan pula bahwa adil adalah suatu
keadaan, pada saat mana setiap individu dengan
berbagai latar belakang atau dari berbagai grup social yang berbeda, mendapat
kesempatan yang sama untuk meraih suatu dampak tertentu. Rasa adil yang
ditemukan dalam sistem subak, khususnya dalam subak sampel dicirikan pula dengan
relatif tidak pernah adanya konflik dalam subak yang bersangkutan, meskipun
misalnya di Kabupaten Buleleng bangunan-bagi di jaringan tersier dibuat dari
batu-batu kali. Kondisi itu terjadi antara lain karena:
1.
Adanya
kondisi one inlet and outlet sistem pada setiap komplek pemilikan sawah petani
anggota subak.
2.
Adanya kebiasaan saling pinjam-meminjam
air antar anggota subak, dan bahkan antar subak yang berkait.
3.
Bila
dirasakan kondisi air irigasi semakin terbatas, maka ada kebiasaan di kalangan subak untuk membagi
wilayahnya menjadi wilayah pertanaman hulu-hilir (seperti halnya di Subak Desa Jagaraga
Kabupaten Buleleng), atau bahkan ada subak yang membagi wilayah pertanaman di
areal subaknya menjadi hulu-tengah-hilir. Tentang kapankah saatnya petani yang
wilayahnya berada lebih di hilir boleh menanam padi, ditentukan berdasarkan
kesepakatan anggota subak yang bersangkutan.
4.
Karena adanya sistem pura pada setiap
subak, sehingga petani dalam aktivitasnya harus bersikap baik (toleran) dengan
sesamanya, agar perbuatannya disaksikan oleh para Dewa sebagai manifestasi dari
Tuhan Yang Maha Esa, agar nanti dalam kehidupan di alam baka mendapat hasil
perbuatan yang baik, sesuai dengan konsep
karma-phala (hasil perbuatan) yang dianut oleh masyarakat Hindu di Bali.
Geertz (l972) menyatakan pula bahwa adanya pura (Pura Bedugul) pada setiap
subak di Bali dapat memperkuat rasa persatuan di kalangan subak yang
bersangkutan.
Sementara itu, untuk
menimbulkan rasa adil dalam pengelolaan
irigasi bagi anggota subak, maka di Subak Desa Jagaraga Kabupaten Buleleng,
telah diadakan perubahan dalam standar perhitungan sistem ayahan. Sebelum Tahun
l984, setiap lahan sawah yang dimiliki petani seluas 40 are harus mengeluarkan tenaga
kerja sebanyak satu 10 ayahan pada setiap aktivitas subak yang bersangkutan.
Namun, karena adanya perkembangan keadaan, khususnya berkait dengan proses
fragmentasi hak pemilikan lahan (karena adanya proses pewarisan, jual-beli, dan
lain-lain), maka sejak tahun l984 disepakati bahwa standard perhitungan untuk
satu ayahan adalah seluas 20 are. Jadi, saat ini setiap petani yang memiliki
lahan seluas 20 are harus memberikan kontribusi tenaga kerja sebanyak satu ayahan (satu unit/satu orang) pada setiap aktivitas
subak yang bersangkutan. Bila petani yang memiliki lahan lebih dari 20 are, dan
mereka tidak mampu memberikan kontribusi
berupa tenaga kerja, maka ia dikenakan kontribusi berupa natura sebanyak 2,5 kg
gabah (kering panen) per 10 are per panen. Kondisi kontribusi natura ini
dikenal dengan istilah pengampel-nyeke. Artinya, petani masih harus membayar
iuran pengampel, meski ia aktif sebagai anggota subak (menjadi anggota
seke/nyeke).
Selanjutnya, kalau
seandainya petani memiliki lahan kurang dari 20 are, maka ia berhak untuk
menjadi anggota tidak aktif dalam subak itu, namun harus membayar kontribusi
berupa natura sebanyak 10 kg gabah (kering panen) per l0 are per panen. Kondisi
seperti ini disebut dengan istilah
pengampel. Patut kiranya dinyatakan di sini, bahwa tingkat besarnya
peluang sistem subak ditransformasi menunjukkan pula tingkat kemampuan suatu sistem
yang menggunakan hampiran integratif sosio-kultural untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul seirama dengan
perkembangan teknologi, serta menunjukkan pula tingkat kemampuan teknologinya untuk mengadaptasi dinamika perkembangan sektor
pertanian yang semakin komplek seirama dengan dinamika kehidupan petani. Sebab,
kalau kedua hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka sistem subak tentu tidak
dapat ditransformasikan.
Meskipun sistem subak
secara umum adalah cukup baik untuk ditransformasi, namun hal itu tentunya
tidak mudah dilaksanakan. Beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
melakukan proses itu antara lain adalah :
(1). Di kawasan itu harus ada air yang
dapat dimanfaatkan untuk irigasi . Air adalah kebutuhan pokok dalam proses
pembentukan sistem subak. Kenyataan di Bali menunjukkan bahwa kalau memang ada
air yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi, maka petani akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk
mendapatkan dan memanfaatkannya. Bahkan dengan membuat bendung dan trowongan
yang panjangnya berkilo-kilo meter. Kasus seperti ini pernah tercatat
kejadiannya di kawasan Subak Timbul
Baru , Kecematan Tegallang, Kabupaten Gianyar, dan di kawasan Subak Sungsang,
Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.
(2). Di kawasan itu harus ada lahan yang
miring, sehingga dapat dibuat sawah yang bertingkat. Umumnya lokasi subak di
Bali adalah miring, sehingga mereka mampu mengelola air irigasi dengan baik,
antara lain dengan membangun sistem suplesi dan drainasi pada setiap blok sawah
milik petani (mengembangkan sistem one inlet and one outlet) atau bahkan sistem
suplesi dan drainasi antar subak.
(3). Memperhatikan dengan cermat elemen-elemen
matrik, khususnya elemen yang dominan, sesuai dengan hasil analisa Fuzzy Set Theory
dari masing-masing subak sampel.Sebab, dominansi elemen-elemen pada setiap
sistem subak, pada dasarnya harus diterima oleh masyarakat di kawasan mana
subak yang bersangkutan akan ditransformasikan. Kalau elemen-elemen yang dianggap
dominan, tidak sesuai dan tidak dapat diterima oleh suatu kelompok masyarakat tertentu,
maka tentu akan sangat sulit untuk mentransformasikan sistem subak kepada
masyarakat tersebut. Sementara itu, kesulitan yang tampaknya cendrung muncul
dalam proses pembentukan sistem subak, antara adalah :
a.
Aspek
pola-pikir sosio kultural masyarakat setempat, yang mungkin sulit untuk dapat
mengkaitkan eksistensi suatu sistem irigasi dengan kondisi sosio-kultural yang bersifat
religius. Padahal persoalan ini adalah merupakan faktor penting dalam proses pengelolaan
sistem subak tersebut.
b.
Aspek
sosial , yang berkait dengan kesediaan masyarakat setempat untuk membentuk
sebuah organisasi sosial yang memiliki aturan tertulis yang rumit, dan
sekaligus memiliki landasan nilai-nilai
agama.
c.
Aspek kebendaan, khususnya yang berkait
dengan pembangunan jaringan irigasi yang memiliki sistem one inlet and one outlet pada setiap blok/komplek pemilikan sawah
petani, serta adanya sistem drainasi yang mengkaitkan antar sistem irigasi di
kawasan itu.
Derajat Kepekaan Atau
Dominansi/Ranking Elemen-Elemen Sistem Irigasi Subak Teknologi adalah alat
untuk mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien (Gie, l982). Sebagai
suatu alat, maka teknologi tentu memerlukan persyaratan tertentu untuk dapat
dimanfaatkan secara optimal. Demikian pula halnya dengan sistem subak yang
dipandang sebagai suatu teknologi.Sistem subak memerlukan persyaratan tertentu
untuk dapat ditransformasi, dan kemudian dapat dimanfaatkan secara optimal. Persyaratan
tersebut berdasarkan pada fenomena eksistensi sistem subak yang dipandang
sebagai sistem teknologi yang telah menjadi kebudayaan masyarakat. Berkait
dengan hal tersebut, dibuatlah matrik hubungan antara sistem teknologi dan
sistem kebudayaan.
Setiap matrik, berisi
elemen-elemen matrik, yang akhirnya elemen-elemen matrik itu dapat dilihat
derajat kepekaannya/dominansinya/ rankingnya, dengan metode Fuzzy Set
Theory.
Hasil dari analisis ini adalah untuk
menunjukkan elemen-elemen yang merupakan elemen yang paling dominan sampai
selanjutnya pada elemen yang paling tidak dominan, dari setiap matrik hubungan
sistem teknologi dan sistem kebudayaan tersebut. Dengan demikian, pada
saatnya akan dapat dilihat bahwa untuk
setiap subak sampel yang akan ditransformasi, akan ditemukan ranking
elemen-elemen matrik. Selanjutnya, bila
dikaji lebih jauh, yakni dengan melihat beberapa elemen yang paling dominan
pada setiap matrik, tampaknya ada dinamika
pemikiran yang berkembang pada
sistem subak di Bali yang menuju ke arah hal-hal yang bersifat pragmatis.
Sementara itu, dalam
kaitan dengan kemampuan sistem subak untuk mengantisipasi problem kekurangan
air irigasi pada musim kemarau, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
subak ada kemampuan untuk mengantisipasi problem tersebut, dengan mengatur pola
tanam sesuai peluang keberhasilannya. Kemampuan ini nyata pada tingkat
kepercayaan 95%. Hal ini menunjukkan bahwa sistem subak sebagai suatu teknologi
yang sepadan, mampu mengelola air irigasinya dengan cara-cara harmoni dan
kebersamaan, demi kesejahteraan petani anggotanya.
Saat Penerapan Sistem Irigasi
Revolusi hijau telah
menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang
baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin,
dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan
sistem Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang
baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi
kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi
akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya ditemukan bahwa sistem
pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi
kendala ini.
Subak telah dipelajari
oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum
tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di
Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh
orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali
untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia
membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.
2.2
Konsep Tri Hita Karana Dalam Pengelolaan Subak di Desa Jagaraga
Dalam
pengelolaan Irigasi Subak, masyarakat Bali mengusung konsep Tri Hita Karana
(THK) yang memiliki Hubungan timbale balik antara Parahyangan yakni Hubungan
yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa,
Pawongan Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut
dengan Krama Subak, Palemahan : Hubungan yang harmonis antara anggota Subak
dengan lingkungan atau wilayah irigasi Subaknya.
Gambar. Konsep Tri Hita Karana dalam
pengelolaan subak
TRI HITA KARANA yang berarti hubungan
yang harmonis atau penyebab terwujudnya kesejahteraan hibup yang diwujudkan
dalam bentuk :
Parahyangan
Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Hubungan yang harmonis antara anggota atau karma subak dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Pawongan
Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak.
Hubungan yang harmonis antara anggota Subaknya dimana yang disebut dengan Krama Subak.
Palemahan
Hubungan yang harmonis antara anggota Subak dengan lingkungan atau wilayah.
Hubungan yang harmonis antara anggota Subak dengan lingkungan atau wilayah.
THK menunjukkan bahwa
dengan menyatunya antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka
secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik
antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu
wadah kordinasi akan dapat dihindari. terkaitan antar semua subsistem akan
memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam engelolaan air irigasi
dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena
kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai
toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem pelampias, dan sistem
saling pinjam air irigasi). Di Subak Desa Jagaraga, dilakukan kebijakan sistem
pelampias dengan memberikan tambahan air bagi sawah yang ada di hilir pada
lokasi-lokasi bangunan-bagi lingkungan-lingkungan 4 di jaringan tersier.
Besarnya pelampias tergantung dari kesepakatan anggota subak.
Perwujudan Tri Hita Karana dalam
Organisasi Subak
Subak sebagai suatu
sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah menyatu dengan
sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadan teknologi system subak
ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara
pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu
dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan,
kordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh
(ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya.
Sistem subak mampu
melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni dan kebersamaan sesuai
dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak mampu mengantisipasi
kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau), dengan mengelola
pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya. Selanjutnya,
sistem subak sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki peluang untuk
ditransformasi, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya dipenuhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar