Senin, 23 Juli 2012

konversi lahan


Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor  pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi jalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan dan meningkatnya pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan juga meningkat dengan pesat sementara ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya relatif tetap. Salah satu sektor pembangunan yang mendapatkan perhatian yang cukup serius dari pemerintah adalah sektor pertanian.
Pada era globalisasi sekarang ini, sektor pertanian masih merupakan sektor yang terpenting  dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Ini terbukti sejak pembangunan lima tahun (pelita) pertama 1996 – 2008 sampai sekarang sektor pertanian dan non pertanian  tetap eksis dan selalu menjadi pendukung pada sektor-sektor yang lainnya dan upaya meningkatkan pendapatan Nasional (Yasim,1996)
Pertanian memiliki peran dalam mewujudkan ketahanan pembangunan ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan dan keamanan, baik ditingkat lokal, regional dan nasional. Fungsi dan peranan fundamental pertanian, diantaranya adalah (1) penyedian pangan dalam negeri, (2) penyediaan lapangan kerja dan berusaha, (3) bahan-bahan baku untuk indrustri, dan (4) sebagai penghasil devisa Negara ( Dailon dalam Sriartha, 2011).
Pembangunan disektor pertanian identik dengan pembangunan daerah pedesaan, dimana diketahui bahwa 60% penduduk Indonesia tinggal di pedesaan yang mengantungkan hidupnya  pada sektor pertanian ( Susanto, 1998). Sektor pertanian  merupakan kontribusi utama  terhadap pembangunan Nasional selama pembangunan jangka panjang. Secara nyata menydiakan bahan pangan, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani, serta menuju sektor Non-pertanian melalui penyediaan bahan baku untuk indrustri.
Sejalan dengan pernyataan diatas pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dan masyarakat secara umum menunjukkan bahwa sektor yang handal dan mampu bertahan dalam krisis serta berperan sangat besar dalam perekonomian nasional. Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan demi tercapainya kesejahteraan petani beserta keluarganya. Untuk mencapai keberhasilan dari pembangunan pedesaan dalam mewujudkan masyarakat tani yang maju, mandiri, sejahtera atas dasar prakarsa masyarakat itu sendiri dan dilaksanakan masyarakat tani serta hasilnya untuk dinikmati.
Salah satu fenomena dalam pemanfaatan lahan adalah adanya alih fungsi (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun dari sektor non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Dalam perspektif macro, mengemukakan bahwa fenomena alih fungsi (konversi) lahan terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan demografis, khususnya di Negara-negara berkembang. Transformasi struktural perekonomian berlangsung dari bertumpu pada pertanian bergeser kearah industri. Sementara transformasi `geografis terjadi akibat pesatnya pertumbuhan perkotaan yang berakibat pada alih fungsi pengunaan lahan pertanian ke pengunaan non pertanian Kustiawan (1997).
Di Bali, ancaman sektor pertanian tidak saja dikhawatirkan karena pesatnya perkembangan kota, tetapi juga karena perkembangan pariwisata. Secara teoritis, antara pertanian dan pariwisata memiliki keterkaitan yang saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Pitana dalam Sriartha ( 2011 ) mengungkapkan bahwa akan membuka pasar bagi produk-produk pertanian, memberi peluang munculnya berbagai aktifitas ekonomi yang terjadi secara berantai. Sebaliknya, pariwisata bali sangat tergantung pada sektor pertanian melalui empat penyedia layanan, yaitu : (1) sebagai penyedia bahan makanan pokok bagi pariwisata, sepberti sayuran, buah, dan hasil ternak, (2) penyedia objek dan daya tarik (alam, rice terrace, budaya petani), (3) penyedia komoditas khas yang bernilai uniqueness yang menopang pariwisata minat khusus seperti ekowisata dan angrowisata, dan (4) sebagai cultural capital yang pada dasarnya adalah budaya petani ( agrarian-based culture) dan ini merupakan andalan utama pariwisata bali.
Berkembangnya pertanian di Bali tidak terlepas dari keberadaan subak. Namun keberadaan subak saat ini sudah mulai terancam keberadaannya, seperti yang dikemukakan oleh Sutawan (2008) bahwa derasnya arus urbanisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat proses terancamnya eksistensi subak.  Dengan demikian, masyarakat memilki cara pandang yang lain untuk memanfaatkan lahan pertaniannya dengan mengubah fungsi lahan pertanian dari lahan pertanian basah ke lahan pertanian kering.
Prospek dari lahan basah khususnya sawah bagi para petani dianggap kurang menguntungkan. Kebutuhan akan jumlah air yang banyak menjadi kendala pokok dalam pemanfaatan lahan basah, karena tidak semua tempat memiliki pengairan atau irigasi dengan debit air yang tetap sepanjang tahunnya. Pada saat debit air sungai mengalami penurunan, maka petani akan kesulitan mencari air untuk keperluan irigasi pertaniannya ini menunujukkan bahwa fungsi pengairan subak mulai tidak stabil. Dari hal tersebut, membuat petani mengubah pengunaan lahannya ke lahan pertanian kering. Salah satunya adalah dengan membuka usaha pembibitan tanaman buah-buahan.
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten yang ada di Bali, yang berlokasi di Bali bagian Utara. Dimana luas wilayahnya yang mencapai 1.365,88 km2 (BPS Kabupaten Buleleng, 2011). Buleleng terkenal akan sentral hasil bibit buah-buahan, khususnya di Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan Sawan.
Kecamatan Sawan merupakan salah satu kecamatan yang terkenal sebagai tempat penghasil bibit tanaman buah khususnya bibit tanaman durian, yaitu di Desa Sudaji. Luas Wilayah desa Sudaji 1.817 hektar dan sekitar 210,68 hektar lahan digunakan sebagai lahan perkebunan. Jumlah penduduk Desa Sudaji hingga Desember 2009 sebanyak 8.402 orang. Mata pencaharian penduduk Desa Sudaji adalah sebagian besar petani. Petani sawah pemilik sebanyak 344 orang, petani sawah pengarap 216 orang, petani perkebunan pemilik 955 orang, dan petani perkebunan pengarap 142 orang. Ada pula petani peternak sebanyak 15 orang, dan pengerajin 7 orang. Desa Sudaji memiliki 15 kelompok Subak  Sawah dan 1 kelompok subak Abian untuk lahan kering. ( Data Monografi Desa Sudaji, 2010).
Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan petani yang mengkonversikan lahan pertanian basah, khususnya sawah untuk usaha pembibitan tanaman durian, disebabkan karena masyarkat setempat menilai pendapat dari hasil produktifitas sawah lebih rendah dari pendapatan usaha pembibitan tanaman durian. Walaupun berdasarkan waktu produkfitas sawah lebih banyak 2 kali dalam setahun sedangkan usaha pembibitan 1 kali dalam setahun, namun pendapatan dari usaha pembiitan tanaman durian tetap lebih tinggi.  Tidak tentunya harga gabah dipasaran, mahalnya biaya perawatan seperti pupuk dan pestisida serta mudahnya terserang hama tanaman padi menjadi alasan tersendiri petani mengkonversikan lahan sawahnya.
 Mulai tidak stabilnya pengairan subak berpengaruh terhadap kebutuhan air  untuk pengairan pertanian di desa sudaji. Dilihat dari kebutuhan air, usaha pembibitan lebih sedikit memerlukan air dalam perawatannya, sedangkan pengunaaan lahan sawah lebih banyak. Terkadang pada saat musim kemarau debit air mengalami penurunan, sehingga petani kekurangan air untuk pengairan sawah, sedangkan usaha pembibitan tidak mengalami kendala. Cukup banyaknya kelompok subak yang ada di Desa sudaji, menunjukkan bahwa banyaknya petani yang tergantung akan pengairan untuk lahan sawahnya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, banyak petani yang mengkonversikan lahan sawahnya ke usaha pembibitan tanaman durian.
Cukup banyaknya petani yang melakukan usaha pembibitan tanaman durian di Desa sudaji merupakan salah satu cara yang digunakan untuk memecahkan permasalahan pertanian yang dihadapi oleh petani dengan menganti sistem pertanian. Selain untuk meningkatkan pendapatan petani Desa Sudaji, usaha pembibitan tanaman durian yang secara tidak langsung dapat melestarikan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan   penelitian yang berjudul “ PENGARUH KONVERSI LAHAN SAWAH UNTUK USAHA PEMBIBITAN TANAMAN DURIAN TERHADAP PERKEMBANGAN MASYARKAT DESA SUDAJI KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG ”.
A.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a.       Apa yang menjadi faktor dominan konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman Durian di Desa Sudaji ?
b.      Bagaimana pengaruh konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman durian terhadap perkembangan masyarakat Desa Sudaji ?


B.     TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
             a.      Untuk mengetahui faktor dominan konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman Durian di Desa Sudaji.
            b.      Untuk mengetahui pengaruh konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman  durian terhadap perkembangan masyarakat Desa Sudaji.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar