Lahan merupakan sumber daya alam
strategis bagi pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan
lahan seperti sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri,
pertambangan dan transportasi jalan dengan meningkatnya aktivitas pembangunan
dan meningkatnya pertambahan penduduk, kebutuhan akan lahan juga meningkat
dengan pesat sementara ketersediaan dan luas lahan pada dasarnya relatif
tetap. Salah satu sektor pembangunan yang mendapatkan perhatian yang cukup
serius dari pemerintah adalah sektor pertanian.
Pada era globalisasi sekarang ini, sektor
pertanian masih merupakan sektor yang terpenting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Ini
terbukti sejak pembangunan lima
tahun (pelita) pertama 1996 – 2008 sampai sekarang sektor pertanian dan non
pertanian tetap eksis dan selalu menjadi
pendukung pada sektor-sektor yang lainnya dan upaya meningkatkan pendapatan
Nasional (Yasim,1996)
Pertanian memiliki peran dalam
mewujudkan ketahanan pembangunan ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan dan
keamanan, baik ditingkat lokal, regional dan nasional. Fungsi dan peranan
fundamental pertanian, diantaranya adalah (1) penyedian pangan dalam negeri,
(2) penyediaan lapangan kerja dan berusaha, (3) bahan-bahan baku untuk indrustri, dan (4) sebagai penghasil
devisa Negara ( Dailon dalam Sriartha, 2011).
Pembangunan disektor pertanian identik
dengan pembangunan daerah pedesaan, dimana diketahui bahwa 60% penduduk
Indonesia tinggal di pedesaan yang mengantungkan hidupnya pada sektor pertanian ( Susanto, 1998).
Sektor pertanian merupakan kontribusi
utama terhadap pembangunan Nasional
selama pembangunan jangka panjang. Secara nyata menydiakan bahan pangan,
menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani,
serta menuju sektor Non-pertanian melalui penyediaan bahan baku untuk indrustri.
Sejalan dengan pernyataan diatas pembangunan
pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi, dan masyarakat
secara umum menunjukkan bahwa sektor yang handal dan mampu bertahan dalam
krisis serta berperan sangat besar dalam perekonomian nasional. Pembangunan
pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan demi tercapainya
kesejahteraan petani beserta keluarganya. Untuk mencapai keberhasilan dari
pembangunan pedesaan dalam mewujudkan masyarakat tani yang maju, mandiri,
sejahtera atas dasar prakarsa masyarakat itu sendiri dan dilaksanakan
masyarakat tani serta hasilnya untuk dinikmati.
Salah satu fenomena dalam pemanfaatan
lahan adalah adanya alih fungsi (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring
bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor
pertanian maupun dari sektor non-pertanian akibat pertambahan penduduk dan
kegiatan pembangunan. Dalam perspektif macro, mengemukakan bahwa fenomena alih
fungsi (konversi) lahan terjadi akibat transformasi struktural perekonomian dan
demografis, khususnya di Negara-negara berkembang. Transformasi struktural
perekonomian berlangsung dari bertumpu pada pertanian bergeser kearah industri.
Sementara transformasi `geografis terjadi akibat pesatnya pertumbuhan perkotaan
yang berakibat pada alih fungsi pengunaan lahan pertanian ke pengunaan non
pertanian Kustiawan (1997).
Di Bali, ancaman sektor pertanian tidak
saja dikhawatirkan karena pesatnya perkembangan kota, tetapi juga karena perkembangan
pariwisata. Secara teoritis, antara pertanian dan pariwisata memiliki
keterkaitan yang saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Pitana dalam
Sriartha ( 2011 ) mengungkapkan bahwa akan membuka pasar bagi produk-produk
pertanian, memberi peluang munculnya berbagai aktifitas ekonomi yang terjadi
secara berantai. Sebaliknya, pariwisata bali sangat tergantung pada sektor
pertanian melalui empat penyedia layanan, yaitu : (1) sebagai penyedia bahan
makanan pokok bagi pariwisata, sepberti sayuran, buah, dan hasil ternak, (2)
penyedia objek dan daya tarik (alam, rice terrace, budaya petani), (3)
penyedia komoditas khas yang bernilai uniqueness yang menopang pariwisata minat
khusus seperti ekowisata dan angrowisata, dan (4) sebagai cultural capital
yang pada dasarnya adalah budaya petani ( agrarian-based culture) dan
ini merupakan andalan utama pariwisata bali.
Berkembangnya pertanian di Bali tidak terlepas dari keberadaan subak. Namun
keberadaan subak saat ini sudah mulai terancam keberadaannya, seperti yang
dikemukakan oleh Sutawan (2008) bahwa derasnya arus urbanisasi merupakan salah
satu faktor yang dapat mempercepat proses terancamnya eksistensi
subak. Dengan demikian, masyarakat
memilki cara pandang yang lain untuk memanfaatkan lahan pertaniannya dengan
mengubah fungsi lahan pertanian dari lahan pertanian basah ke lahan pertanian
kering.
Prospek dari lahan basah khususnya sawah
bagi para petani dianggap kurang menguntungkan. Kebutuhan akan jumlah air yang
banyak menjadi kendala pokok dalam pemanfaatan lahan basah, karena tidak semua
tempat memiliki pengairan atau irigasi dengan debit air yang tetap sepanjang
tahunnya. Pada saat debit air sungai mengalami penurunan, maka petani akan
kesulitan mencari air untuk keperluan irigasi pertaniannya ini menunujukkan
bahwa fungsi pengairan subak mulai tidak stabil. Dari hal tersebut, membuat
petani mengubah pengunaan lahannya ke lahan pertanian kering. Salah satunya adalah
dengan membuka usaha pembibitan tanaman buah-buahan.
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu
kabupaten yang ada di Bali, yang berlokasi di Bali
bagian Utara. Dimana luas wilayahnya yang mencapai 1.365,88 km2 (BPS
Kabupaten Buleleng, 2011). Buleleng terkenal akan sentral hasil bibit
buah-buahan, khususnya di Kecamatan Kubutambahan dan Kecamatan Sawan.
Kecamatan Sawan merupakan salah satu
kecamatan yang terkenal sebagai tempat penghasil bibit tanaman buah khususnya
bibit tanaman durian, yaitu di Desa Sudaji. Luas Wilayah desa Sudaji 1.817
hektar dan sekitar 210,68 hektar lahan digunakan sebagai lahan perkebunan. Jumlah
penduduk Desa Sudaji hingga Desember 2009 sebanyak 8.402 orang. Mata
pencaharian penduduk Desa Sudaji adalah sebagian besar petani. Petani sawah
pemilik sebanyak 344 orang, petani sawah pengarap 216 orang, petani perkebunan
pemilik 955 orang, dan petani perkebunan pengarap 142 orang. Ada pula petani peternak sebanyak 15 orang,
dan pengerajin 7 orang. Desa Sudaji memiliki 15 kelompok Subak Sawah dan 1 kelompok subak Abian untuk lahan
kering. ( Data Monografi Desa Sudaji, 2010).
Berdasarkan observasi awal dan wawancara
dengan petani yang mengkonversikan lahan pertanian basah, khususnya sawah untuk
usaha pembibitan tanaman durian, disebabkan karena masyarkat setempat menilai
pendapat dari hasil produktifitas sawah lebih rendah dari pendapatan usaha
pembibitan tanaman durian. Walaupun berdasarkan waktu produkfitas sawah lebih
banyak 2 kali dalam setahun sedangkan usaha pembibitan 1 kali dalam setahun,
namun pendapatan dari usaha pembiitan tanaman durian tetap lebih tinggi. Tidak tentunya harga gabah dipasaran, mahalnya
biaya perawatan seperti pupuk dan pestisida serta mudahnya terserang hama tanaman padi menjadi
alasan tersendiri petani mengkonversikan lahan sawahnya.
Mulai
tidak stabilnya pengairan subak berpengaruh terhadap kebutuhan air untuk pengairan pertanian di desa sudaji.
Dilihat dari kebutuhan air, usaha pembibitan lebih sedikit memerlukan air dalam
perawatannya, sedangkan pengunaaan lahan sawah lebih banyak. Terkadang pada
saat musim kemarau debit air mengalami penurunan, sehingga petani kekurangan
air untuk pengairan sawah, sedangkan usaha pembibitan tidak mengalami kendala.
Cukup banyaknya kelompok subak yang ada di Desa sudaji, menunjukkan bahwa
banyaknya petani yang tergantung akan pengairan untuk lahan sawahnya. Dengan
mempertimbangkan hal tersebut, banyak petani yang mengkonversikan lahan
sawahnya ke usaha pembibitan tanaman durian.
Cukup banyaknya petani yang melakukan
usaha pembibitan tanaman durian di Desa sudaji merupakan salah satu cara yang
digunakan untuk memecahkan permasalahan pertanian yang dihadapi oleh petani
dengan menganti sistem pertanian. Selain untuk meningkatkan pendapatan petani
Desa Sudaji, usaha pembibitan tanaman durian yang secara tidak langsung dapat
melestarikan lingkungan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
penulis tertarik untuk mencoba melakukan
penelitian yang berjudul “ PENGARUH
KONVERSI LAHAN SAWAH UNTUK USAHA PEMBIBITAN TANAMAN DURIAN TERHADAP
PERKEMBANGAN MASYARKAT DESA SUDAJI KECAMATAN SAWAN KABUPATEN BULELENG ”.
A. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apa
yang menjadi faktor dominan konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman
Durian di Desa Sudaji ?
b. Bagaimana
pengaruh konversi lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman durian terhadap
perkembangan masyarakat Desa Sudaji ?
B. TUJUAN
PENELITIAN
Berdasarkan
pada rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah :
a.
Untuk mengetahui faktor dominan konversi
lahan sawah untuk usaha pembibitan tanaman Durian di Desa Sudaji.
b.
Untuk mengetahui pengaruh konversi lahan
sawah untuk usaha pembibitan tanaman durian terhadap perkembangan masyarakat Desa
Sudaji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar